ISK “MENDUA” ? KENAPA ?
OLEH : ERWIN (ANGGOTA PPM UNTAN)
PENGANTAR
Instrumen Suplemen Konversi, yang selanjutnya disingkat ISK sebagai suatu pengaturan untuk pertama kali tercantum pada Peraturan BAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Mekanisme Akreditasi Untuk Akreditasi Yang Dilakukan Oleh BAN-PT.
PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 telah diganti dengan PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022. ISK sebagai suatu pengaturan tetap tercantum pada PERBAN-PT yang baru sedangkan ISK sebagai suatu instrumen telah ditetapkan melalui PERBAN-PT Nomor 2 Tahun 2020.
Sebelumnya tidak ada instrumen konversi apapun bentuk dan namanya yang dipergunakan BAN-PT dalam pelaksanaan akreditasi bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi. Pertanyaannya, mengapa diberlakukan ISK?.
Pemberlakuan ISK pada prinsipnya disebabkan perubahan/peralihan Peringkat Akreditasi atau Peringkat Terakreditasi yang dilakukan oleh BAN-PT yang terdiri atas:
a. A, B, dan C, untuk Akreditasi yang dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi 7 Standar; dan
b. Unggul, Baik Sekali, dan Baik untuk Akreditasi yang dilakukan dengan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0.
Peringkat Akreditasi mengalami perubahan dari yang sebelumnya menggunakan peringkat A, B, dan C menjadi Unggul, Baik Sekali, dan Baik yang disebabkan pemberlakuan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan “saat itu” Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi,
serta Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.
Dua ketentuan di atas, salah satunya terdapat pasal yang mengatur Peringkat Akreditasi yang terdiri atas Unggul, Baik Sekali, dan Baik. Namun belum diberlakukan/diterapkan hingga pemberlakuan Instrumen Akreditasi Program Studi 4.0 yang selanjutnya disebut IAPS 4.0 sejak tanggal 1 April 2019 dan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi 3.0 yang selanjutnya disebut IAPT 3.0 yang berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2018.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 32 Tahun 2016 telah diganti dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2020. Hal yang sama yakni salah satu ketentuannya mengatur Peringkat Akreditasi yang terdiri atas Unggul, Baik Sekali, dan Baik.
Apa konsekuensinya ?, akibatnya Peringkat Akreditasi bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi terdapat 2 kategori yakni Peringkat Akreditasi A, B, dan C dan Peringkat Akreditasi Unggul, Baik Sekali, dan Baik, sehingga keberlangsungan dan proses Peringkat Akreditasi terdapat 2 (dua) sisi yaitu peringkat sebelumnya dan peringkat baru.
Dalam rangka untuk menilai dan atau mengukur yang sebelumnya dalam hal ini Peringkat Akreditasi A, B, dan C dengan menggunakan Instrumen Akreditasi 7 Standar maka diperlukan instrumen khusus untuk konversi ke Peringkat Akreditasi Unggul, Baik Sekali, dan Baik.
Berdasarkan hal tersebut BAN-PT memberlakukan ISK untuk melakukan konversi :
a. dari peringkat akreditasi A ke peringkat akreditasi Unggul;
b. dari peringkat akreditasi B ke peringkat akreditasi Baik Sekali;
c. dari peringkat akreditasi C ke peringkat akreditasi Baik.
ISK “MENDUA”? PART I
Pemberlakuan ISK sebagai suatu pengaturan sebagaimana tercantum pada PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2020, pada kesempatan ini ijinkan penulis mengkategorikan menjadi 2 (dua) yaitu bersifat “Tidak Wajib” dan “Wajib”.
Hal ini dapat disimak pada ketentuan Pasal 9 ayat 9 huruf a PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 yang berbunyi : “ …….. Program Studi atau Perguruan Tinggi yang memiliki Peringkat Terakreditasi A, B, atau C dan masih berlaku dapat:
a. mengajukan usulan konversi peringkat dari A ke Unggul, B ke Baik Sekali, dan C ke Baik, dengan menggunakan ISK …….. “.
Dalam hal jika suatu Program Studi atau Perguruan Tinggi mengajukan ISK dan hasilnya tercapai, maka pada hakikatnya tidak menambah masa berlaku akreditasi. Hasilnya hanya beralih yang sebelumnya A menjadi Unggul, B menjadi Baik Sekali dan C menjadi Baik. Tapi pengajuan ISK sifatnya “Tidak Wajib” sebagaimana ketentuan di atas. Teks hukumnya menggunakan kata “dapat” artinya boleh “ya” dan boleh “tidak” dalam hal pengajuan ISK.
Lalu bagaimanakah ketentuan bahwa ISK menjadi “Wajib”. ISK menjadi “Wajib” terdapat pada ketentuan Pasal 9 ayat 12 yang menyebutkan “…….. Perpanjangan Peringkat Akreditasi bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) hanya berlaku 1 (satu) kali dan pada perpanjangan berikutnya akan ditambah dengan ISK sehingga Peringkat Akreditasi bagi APS atau APT tersebut akan menggunakan Peringkat Akreditasi Unggul, Baik Sekali atau Baik ……..”.
Mengacu pada ketentuan di atas berarti ISK menjadi “Wajib” ketika Program Studi atau Perguruan Tinggi telah mendapatkan perpanjangan akreditasi secara otomatis sebagaimana syarat dan ketentuan berlaku. Saat sampai waktunya pengajuan ulang akreditasi, maka ISK menjadi “Wajib” disebabkan masih menggunakan Peringkat Akreditasi sebelumnya A, B, dan C.
ISK “MENDUA” ? PART II
Sebagaimana disampaikan awal tulisan ini bahwa PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Mekanisme Akreditasi Untuk Akreditasi Yang Dilakukan Oleh BAN-PT telah diganti dengan PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022. Meskipun terdapat penggantian aturan tapi hal berkenaan ISK sebagai suatu pengaturan tetap tercantum pada PERBAN-PT yang baru.
Ketentuan PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 terkait ISK sebagai suatu pengaturan, pada kesempatan ini ijinkan penulis mengkategorikan menjadi 2 (dua) yaitu “Membedakan” dan “Mewajibkan Sebagian”, seperti apa maknanya.
Pertama makna “Membedakan”, hal tersebut dapat dipahami pada ketentuan Pasal 9 ayat 1 PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 yang mencantumkan “…….. Peringkat Terakreditasi C yang masih berlaku yang dimiliki Program Studi atau Perguruan Tinggi yang berstatus aktif di PDDIKTI dan pada saat Peraturan BAN-PT ini ditetapkan, khusus untuk Program Studi, masih berada dalam lingkup akreditasi BAN-PT akan dikonversi menjadi Peringkat Akreditasi Baik tanpa melalui pengajuan konversi Peringkat Akreditasi”. Klausul ini penulis menyebutnya klausul “ Konversi Otomatis”.
Berdasarkan ketentuan tersebut untuk Program Studi atau Perguruan Tinggi meskipun tanpa pengajuan atau pengisian ISK sepanjang dengan Peringkat Akreditasi C, maka akan mendapat “Konversi Otomatis”. Pengaturan ISK pada PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 secara makna pertama “Membedakan” seperti itu. Pertanyaannya kenapa ditentukan seperti itu?, apa faktor penyebabnya?.
Ketentuan lebih lanjut pada Pasal 9 ayat 2 PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 berbunyi “…….. Peringkat Akreditasi Baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku hingga berakhirnya Peringkat Terakreditasi C sebelum dikonversi”. Artinya konversi melalui ISK tidak menambah masa berlaku akreditasi bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi.
Kedua, makna “Mewajibkan Sebagian”. Dalam hal Peringkat Akreditasi A atau B, pengaturannya terdapat pada Pasal 9 ayat 3 huruf a yang berbunyi “…….. Program Studi atau Perguruan Tinggi yang memiliki Peringkat Terakreditasi A atau B dan masih berlaku dapat:
a. mengajukan usulan konversi peringkat dari A ke Unggul, B ke Baik Sekali dengan menggunakan ISK …….. “.
Berdasarkan ketentuan tersebut bermakna bahwa untuk Program Studi atau Perguruan Tinggi dengan Peringkat Akreditasi A atau B “Tetap Wajib” mengajukan ISK artinya “Mewajibkan Sebagian” saat masih berlakunya akreditasi. Pertanyaannya kenapa ditentukan seperti itu?, apa faktor penyebabnya?. Mengapa Peringkat Akreditasi A atau B tidak mendapat “Konversi Otomatis” seperti halnya Peringkat Akreditasi C?. Sedangkan pengajuan ISK atau tidak diserahkan pada Program Studi atau Perguruan Tinggi masing-masing.
Lalu, bagaimana jika Program Studi atau Perguruan Tinggi tidak mengajukan ISK saat masih berlakunya akreditasi. Pengaturan hal ini sebagaimana tercantum pada ketentuan Pasal 9 ayat 6 yang berbunyi “…….. Perpanjangan Peringkat Akreditasi bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya berlaku 1 (satu) kali dan pada perpanjangan berikutnya harus didahului dengan konversi Peringkat Akreditasi dengan menggunakan ISK sehingga perpanjangan Peringkat Akreditasi bagi APS atau APT tersebut akan menggunakan Peringkat Akreditasi Unggul, Baik Sekali, atau Baik“.
Hal tersebut berarti dalam hal jika Program Studi atau Perguruan Tinggi tidak mengajukan ISK saat masih berlakunya akreditasi, maka “Wajib” ISK dalam hal perpanjangan akreditasi berikutnya setelah mendapatkan perpanjangan akreditasi secara otomatis sebagaimana syarat dan ketentuan berlaku. Tapi ketentuan yang mewajibkan ISK hanya berlaku untuk Peringkat Akreditasi A atau B sebagaimana ketentuan di atas. Bukankah pengaturan seperti ini bersifat “Mewajibkan Sebagian” baik dari sisi “Waktu” maupun “Peringkat Akreditasi”.
Di tambah lagi dalam hal jika Program Studi atau Perguruan Tinggi tidak mengajukan ISK atau tidak juga mengajukan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0 dalam hal jika akan naik Peringkat Akreditasi. Pertanyaannya berapa besar prosentase Program Studi atau Perguruan Tinggi yang mengajukan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0?. Jika tidak mengajukan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0 untuk menaikkan Peringkat Akreditasi, maka jumlahnya cukup besar Program Studi atau Perguruan Tinggi dengan peringkat sebelumnya yaitu A, B, dan C. Program Studi atau Perguruan Tinggi lebih cenderung ingin mendapatkan perpanjangan akreditasi secara otomatis sebagaimana syarat dan ketentuan berlaku meskipun dengan peringkat sebelumnya.
Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa makna “Mewajibkan Sebagian” dalam hal berlakunya PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2002 hanya untuk Peringkat Akreditasi C yang mendapat konversi otomatis, namun di satu sisi untuk Peringkat Akreditasi A atau B boleh mengajukan dan boleh juga tidak mengajukan saat masih berlakunya akreditasi sehingga dampaknya terdapat Program Studi atau Perguruan Tinggi yang mengajukan dan tidak mengajukan tapi menjadi “Wajib” saat pengajuan ulang akreditasi berikutnya setelah mendapatkan perpanjangan akreditasi secara otomatis sebagaimana syarat dan ketentuan berlaku.
PENUTUP
Ketentuan PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2020 dan PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022 mengatur secara berbeda makna “Wajib” dan “Tidak Wajib” bahkan terdapat klausul “Konversi Otomatis” terkait ISK. Secara yuridis tentu yang menjadi dasar ke depannya adalah PERBAN-PT Nomor 1 Tahun 2022.
Berkenaan ISK menurut pendapat penulis, sebaiknya sejak awal ISK menjadi “Wajib” bagi Program Studi atau Perguruan Tinggi untuk mengajukan konversi dari peringkat yang sebelumnya ke peringkat yang baru. Mengapa demikian?, pada akhirnya juga ISK menjadi “Wajib” saat pengajuan akreditasi ulang setelah mendapatkan perpanjangan akreditasi secara otomatis sebagaimana syarat dan ketentuan berlaku.
Makna “Wajib” mengajukan ISK ditetapkan pada kurun waktu yang ditentukan batasnya misalnya 1 (satu) tahun sebelum masa akreditasi berakhir sehingga diharapkan Peringkat Akreditasi akan sama menggunakan peringkat Unggul, Baik Sekali atau Baik. Bukan menunggu setelah Program Studi atau Perguruan Tinggi mendapatkan perpanjangan akreditasi otomatis dan diwajibkan pada pengajuan akreditasi ulang berikutnya, termasuk dalam hal jika Program Studi atau Perguruan Tinggi tidak mengajukan ISK atau tidak juga mengajukan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0 dalam hal jika akan naik peringkat. Jika menunggu hal tersebut, menurut penulis terlalu lama dari segi proses “Waktu” dan menyeragamkan “Peringkat Akreditasi”.
ISK menjadi “Wajib” sejak awal mungkin akan lebih baik, bukankah ISK berupa pengajuan dokumen dan tidak ada asesmen lapangan serta isian instrumen yang relatif sedikit. Tapi ketentuan mengatur dalam hal pengajuan “mau atau tidak mau” untuk mengajukan ISK tergantung atau diserahkan kepada Program Studi atau Perguruan Tinggi saat masih berlakunya akreditasi.
Terakhir, pada 2 (dua) ketentuan PERBAN-PT di atas terkait ISK bahwa terkesan ISK “MENDUA” ?, KENAPA ?. Terlebih lagi justru pada PERBAN-PT yang baru, terdapat klausul “Konversi Otomatis” tapi hanya berlaku untuk Program Studi atau Perguruan Tinggi dengan Peringkat Akreditasi C, sedangkan Program Studi atau Perguruan Tinggi dengan Peringkat Akreditasi A atau B pada prinsipnya “Tetap Wajib” walaupun masih dimungkinkan/dibolehkan tidak mengajukan ISK saat masih berlaku akreditasi dan menjadi “Wajib” saat pengajuan akreditasi ulang berikutnya.
Sekian tulisan singkat ini, mohon maaf jika terdapat kekurangan/kesalahan kata dan atau istilah yang tidak sesuai. Wallahualam. Semoga bermanfaat. Terima Kasih.
[learn_press_profile]